Warga Sukabumi Gugat Bank Milik Pemerintah Rp 1,1 Miliar, Namanya Dicatut untuk Pinjaman Fiktif

Global Rise TV (Sukabumi) -Seorang warga Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menggugat salah satu bank milik pemerintah ke Pengadilan Negeri Cibadak. Gugatan itu diajukan karena nama warga bernama Bagus Catur Hartono diduga dicatut dalam pinjaman senilai Rp 50 juta, padahal ia merasa tidak pernah mengajukan kredit ke bank tersebut.

Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) tersebut diajukan oleh kuasa hukum Bagus, Diren Pandimas, S.H dan tim dari Kantor Hukum Diren Pandimas, S.H & Partners, tertanggal 3 Mei 2025. Dalam gugatannya, mereka menyebut pencatutan tersebut mengakibatkan kerugian materiel maupun imateriel hingga total Rp 1,15 miliar.

“Klien kami tidak pernah merasa mengajukan pinjaman ke bank tersebut. Tapi tiba-tiba saat ingin mengajukan KPR di Perumahan Pesona Farida Regency, muncul status kredit bermasalah atas nama klien kami. Setelah dicek, disebut punya pinjaman Rp 50 juta dengan sisa utang pokok Rp 22,8 juta,” kata Diren Pandimas, kuasa hukum penggugat, kepada awak media, Sabtu (3/5/2025).

Ia menjelaskan, kliennya baru mengetahui soal pinjaman itu pada 9 Januari 2025 ketika pengajuan KPR mereka ditolak. Status BI checking Bagus tercatat masuk kategori Kollektibilitas 5 (Koll 5), yang berarti kredit macet dan tidak layak mendapatkan pinjaman.

Merasa tidak pernah mengajukan kredit, Bagus mendatangi kantor bank tersebut pada 17 Januari 2025. Di sana, ia diberi penjelasan bahwa ia tercatat memiliki pinjaman sejak Juli 2023 dan pembayaran terakhir pada Mei 2024.

“Anehnya, pembayaran pinjaman dilakukan melalui dua nomor rekening atas nama klien kami sendiri. Padahal klien kami tidak pernah merasa membuka dua rekening tersebut, apalagi menggunakannya untuk pinjaman,” ujar Diren.

Pihak bank sempat menyebut adanya kesalahan sistem dan kemudian pada 24 Januari 2025 mengirim perwakilan ke rumah Bagus untuk menyerahkan surat keterangan lunas atas pinjaman itu. Bagi kuasa hukum, langkah itu justru memperkuat dugaan pencatutan identitas dan kelalaian pengelolaan data.

“Ini bukan kesalahan sederhana. Ini soal pencatutan data pribadi dan masuk dalam pelanggaran UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Selain itu, patut diduga melanggar pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, dan masuk kategori perbuatan melawan hukum,” tegas Diren.

Dalam gugatan yang dilayangkan, pihak penggugat menuntut ganti rugi materiel sebesar Rp 150 juta dan imateriel sebesar Rp 1 miliar. Selain itu, mereka juga menuntut uang paksa (dwangsom) Rp 300 ribu per hari apabila tergugat lalai menjalankan putusan.

“Gugatan ini didukung bukti-bukti otentik dan kami minta agar majelis hakim dapat mengabulkan seluruh permohonan kami. Klien kami dirugikan secara finansial dan psikologis akibat tidak bisa lagi mengakses layanan kredit manapun karena status BI checking-nya,” ujar Diren.

Adi odong

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

[td_block_social_counter facebook="tagdiv" twitter="tagdivofficial" youtube="tagdiv" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]
- Advertisement -spot_img

Latest Articles