
Diduga Milik Bos Michun, Ratusan Hektare Kebun Sawit Kuasai Hutan Lindung Desa Trubus – Satgas PKH & Kejati Babel Didesak Segera Usut dan Ditindaklanjuti.
Global Rise TV (Ds Trubus,
Bangka Tengah) –
Rabu, 24 Des 2025.
Keberadaan papan plang resmi bertuliskan “Anda Memasuki Kawasan Hutan Lindung” yang berdiri jelas di tepi jalan Desa Trubus seolah kehilangan makna. Di balik penanda negara tersebut, kebun kelapa sawit berskala besar terus beroperasi dan dipanen rutin selama bertahun-tahun, tanpa penindakan tegas.
Perkebunan tersebut diduga milik Bos Michun, warga Desa Trubus, yang menurut keterangan masyarakat telah menguasai ratusan hektare kawasan hutan lindung pesisir.
Fakta ini memicu dugaan publik dan mempertanyakan kehadiran negara ketika pelanggaran berlangsung terang-terangan.
“Plang negara jelas ada. Tapi sawit tetap jalan bertahun-tahun. Tidak pernah ada penindakan,” ujar seorang warga.
Lokasi Kawasan Hutan Lindung Pantai dekat Jalan Payak Adep hingga Pesisir Pantai
Ujar salah satu warga yang memperjelas posisi kebun Bos Michun, Narasumber berinisial Yn menyebut kebun sawit itu berada di lokasi sangat luas ratusan hektar dan strategis, dekat Jalan Payak Adep hingga arah pantai.
“Lokasinya jelas, dekat Jalan Payak Adep, arah pantai. Luas kebun kelapa sawit skala besar. Semua orang di sini tahu itu kebunnya Bos Michun,” tegas Yn kepada tim investigasi.
Fakta ini menegaskan dugaan adanya pelanggaran bukan terjadi di tempat tersembunyi, melainkan mudah diakses dan terlihat publik, sehingga sulit diterima jika disebut luput/ lalai dari pengawasan.
Kesaksian Warga: “Panen Terus, Orang Kaya Makin Kaya”
Yn juga mengungkap kekecewaan mendalam masyarakat akibat dugaan pembiaran yang berlangsung lama.
“Sudah bertahun-tahun Bos Michun tidak pernah tersentuh hukum. Kebun sawitnya panen terus. Orang kaya makin kaya, sementara kami masyarakat kecil makin miskin, cuma jadi buruh, nguli sama orang kaya,” ujarnya.
Kesanksian ini menggambarkan ketimpangan sosial yang dirasakan warga akibat lemahnya penegakan hukum di kawasan yang seharusnya dilindungi negara.
Plang Ada, Penegakan Hukum Dipertanyakan
Plang kawasan hutan lindung adalah penanda resmi larangan, bukan pajangan. Ketika pelanggaran berlangsung terbuka, permanen, dan bertahun-tahun tanpa penghentian kegiatan, publik menilai telah terjadi kelalaian serius atau pembiaran sistematis.
Perbandingan pun mencolok. Penindakan tambang timah ilegal di wilayah sekitar kerap cepat dan tegas, sementara perkebunan sawit di hutan lindung justru terkesan kebal. Kesan tebang pilih penegakan hukum tak terhindarkan.
UUD, Sanksi, dan Ancaman Hukum
Jika dugaan ini terbukti, aktivitas tersebut berpotensi melanggar:
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 28H ayat (1) — penguasaan sumber daya alam oleh negara dan hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan — larangan mengerjakan dan menduduki kawasan hutan; pidana hingga 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup — pidana hingga 10 tahun, denda hingga Rp10 miliar, serta kewajiban pemulihan lingkungan.
Ketentuan turunan UU Cipta Kerja — penghentian kegiatan, penertiban/pembongkaran, pencabutan izin, dan pemulihan kawasan.
Selain pemilik kebun, aparat atau pejabat yang terbukti membiarkan juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Desak Satgas PKH & Kejati Babel: Segera Usut dan Tindaklanjuti
Tekanan publik kian menguat. Masyarakat mendesak Satgas PKH dan Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung segera mengusut dan menindaklanjuti kasus ini—bukan sekadar klarifikasi.
Langkah konkret tuntutan publik:
Turun langsung ke lokasi dan pastikan batas kawasan sesuai plang dan peta resmi;
Hentikan seluruh aktivitas perkebunan;
Uji legalitas perizinan;
Sita sarana-prasarana bila terbukti melanggar;
Proses pidana pihak bertanggung jawab, termasuk menelusuri dugaan pembiaran.
Ujian Wibawa Negara
Kasus kebun sawit di hutan lindung Desa Trubus kini menjadi ujian nyata wibawa hukum negara. Jika plang larangan negara saja dapat diabaikan bertahun-tahun, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kelestarian lingkungan, tetapi kepercayaan publik terhadap keadilan dan penegakan hukum.
Hutan lindung adalah aset negara dan warisan generasi masa depan—bukan ladang bisnis segelintir orang.
✍️ Mega Lestari
GlobalRiseTV

