
Global Rise TV (Sukabumi) – Suasana Taman Wisata Alam (TWA) Sukawayana berubah tegang saat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sukabumi bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menggelar aksi penertiban besar-besaran, Selasa (04/02/2025). Di balik dalih penegakan hukum dan regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebanyak 301 kepala keluarga (KK) harus menghadapi kenyataan pahit: mereka terdampak langsung dari proses ini.
Dibackup oleh 281 personel gabungan—termasuk TNI, Polri, Dishub, hingga perangkat desa—operasi ini berlangsung di bawah pengawasan ketat. Aparat bergerak cepat, mengandalkan Surat Peringatan (SP) 1 hingga 3 sebagai tameng legalitas. Budin Saripudin, Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian Satpol PP Kabupaten Sukabumi, berdalih bahwa penertiban ini sudah sesuai prosedur.

“Hari ini kita melaksanakan apa yang menjadi agenda Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, mendukung leading sector BKSDA. Ini amanat undang-undang,” tegas Budin tanpa banyak basa-basi.
Namun, di balik rapi dan dinginnya prosedur, tersimpan kisah getir dari warga yang terusir dari tanah yang mereka pijak bertahun-tahun. Budin sendiri mengakui adanya “dinamika di lapangan”, sebuah frasa diplomatis untuk meredam suara-suara protes yang menggema.
“Tidak bisa dipungkiri, ada keluhan masyarakat. Tapi kami terus dorong agar ditindaklanjuti perusahaan melalui BKSDA,” tambahnya, seolah beban sepenuhnya ditumpahkan ke PT Pasifik Budaya Pariwisata, pengelola kawasan konservasi tersebut.
PT Pasifik Budaya Pariwisata berdalih bahwa semua langkah telah diambil sesuai regulasi. Kawasan TWA Sukawayana akan “ditata ulang” dengan label pengembangan pariwisata berbasis konservasi. Namun, bagi ratusan keluarga yang kehilangan tempat tinggal, istilah tersebut hanyalah topeng dari proyek kapitalisme berbaju pelestarian alam.

Penataan atau Penggusuran?
Di tengah klaim keberlanjutan dan legalitas, realitas di lapangan berbicara lain. Warga yang terdampak terjebak dalam ketidakpastian, dengan kompensasi yang belum jelas dan masa depan yang digantungkan pada janji-janji manis birokrasi.
Kawasan ini mungkin akan bersolek lebih indah, tetapi siapa yang benar-benar diuntungkan? Konservasi alam atau korporasi? Pembangunan pariwisata atau penggusuran terselubung?
TWA Sukawayana mungkin tertata, tapi luka sosial di dalamnya butuh waktu lama untuk sembuh.
Dani Sanjaya Permas

