
Global Rise TV (KARAWANG )-Permintaan maaf yang disampaikan Oktav Ardiasyah, Manager HRD/GA PT FCC Indonesia, atas pernyataannya yang viral dan dianggap merendahkan martabat warga Karawang, mendapat tanggapan tegas dari sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat Karawang.
Pernyataan Oktav yang menyebutkan bahwa “orang Karawang itu susah diajarin dan enggak pintar-pintar” dalam video yang beredar luas di media sosial, telah menyulut kemarahan publik. Meski Oktav menyampaikan klarifikasi bahwa ucapannya diambil di luar konteks, namun luka sosial di tengah masyarakat sudah terlanjur terjadi.
“Permintaan maaf boleh disampaikan, tetapi dampak sosial dan psikologis dari ucapan itu tidak bisa dianggap sepele,” tegas Syuhada Wisastra, praktisi HRD Karawang dan juga aktivis serta tokoh jurnalis Karawang, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, permintaan maaf tidak serta-merta menghapus efek domino dari pernyataan yang telah merendahkan harkat dan martabat warga Karawang secara kolektif. Apalagi video tersebut beredar luas tanpa penjelasan konteks, sehingga publik menilai apa yang disampaikan mencerminkan pandangan pribadi maupun kelembagaan perusahaan.
“Kami menghargai permintaan maaf yang disampaikan. Namun proses hukum tetap harus berjalan. Ini bukan sekadar persoalan pribadi, tapi soal harga diri masyarakat Karawang yang sudah dilecehkan,” imbuhnya.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Karawang juga menyatakan bahwa permintaan maaf tersebut belum menyentuh substansi persoalan. Klarifikasi Oktav dianggap menyederhanakan persoalan yang sesungguhnya kompleks dan menyakitkan bagi publik.
“Video yang viral itu tidak diedit atau dipelintir. Kami semua mendengarnya sendiri. Mengatakan bahwa orang Karawang ‘enggak pintar-pintar’ adalah bentuk diskriminasi verbal yang tidak bisa ditoleransi,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa tindakan HRD PT FCC telah mencederai semangat kemitraan antara industri dan masyarakat lokal yang selama ini dijaga.
Dalam pernyataan sebelumnya, Oktav menyebut bahwa ucapannya hanya ditujukan untuk peserta tes kerja di internal PT FCC dan tidak bermaksud mendiskreditkan warga Karawang secara umum. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa ucapan tersebut tetap menimbulkan kegaduhan sosial.
“Konteks internal atau tidak, yang jelas sudah melukai hati warga Karawang. Ini bukan hanya soal rekrutmen, tapi tentang bagaimana cara perusahaan menghargai masyarakat di mana mereka beroperasi,” tegas Syuhada Wisastra yang telah puluhan tahun bekerja di dunia HRD.
Sementara itu, pelaporan terhadap Oktav oleh salah satu tokoh masyarakat Karawang ke Polres Karawang dengan tuduhan penghinaan dan ujaran diskriminatif masih dalam proses. Warga berharap aparat penegak hukum tetap melanjutkan proses ini secara transparan dan profesional.
“Hukum tetap harus ditegakkan. Kita ingin Karawang sebagai kawasan industri tetap menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, bukan menjadi tempat yang mempermalukan anak daerah,” pungkasnya.
Permintaan maaf boleh diterima sebagai bagian dari etika, namun proses hukum tetap menjadi ranah keadilan. Warga Karawang kini menanti pembuktian, apakah hukum bisa benar-benar berdiri di atas kejujuran dan harga diri rakyatnya.