
Global Rise TV (Sukabumi)– Di tengah teriakan janji-janji kesejahteraan, keluarga pasien miskin kembali dipaksa bertekuk lutut oleh realitas pahit. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekarwangi menjadi saksi bisu bagaimana AZH, bayi berusia 6 bulan, harus menghadapi ketidakadilan sistem hanya karena keluarganya tak sanggup membayar biaya perawatan.
Ironi ini terjadi, Minggu (19/01/2024), saat keluarga AZH, yang sebelumnya dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mendapati status mereka telah dicabut tanpa pemberitahuan jelas. Harapan yang tersisa hanyalah janji kosong dari pihak Dinas Sosial yang mengklaim proses reaktivasi memakan waktu hingga satu bulan.
“Kami tidak tahu BPJS-nya sudah tidak aktif. Kami tidak punya pilihan selain menyetujui perawatan sebagai pasien umum, meskipun tidak ada uang,” ungkap RDT (49), kerabat AZH, dengan wajah penuh kepasrahan. RDT bahkan menawarkan ginjalnya sebagai jaminan—sebuah simbol nyata dari keputusasaan warga miskin di Sukabumi.
Data Program Sosial yang Amburadul
Kisah ini membuka borok lain: data penerima program jaminan kesehatan dari pemerintah daerah yang tidak tepat sasaran. Banyak warga miskin terjepit di antara prosedur birokrasi yang lamban dan sistem yang tidak berpihak kepada mereka. Padahal, mereka adalah golongan yang paling membutuhkan bantuan.
“Banyak yang akhirnya pulang karena tidak punya uang. Ini bukan lagi soal aturan, ini soal nyawa manusia,” ujar salah satu pengamat kesehatan yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Pemerintah Daerah: Ada Tapi Tak Hadir
Lantas, di mana peran Pemerintah Kabupaten Sukabumi? Ketika ribuan keluarga miskin kehilangan akses jaminan kesehatan, seharusnya ada intervensi nyata, bukan sekadar janji.
Jika kebijakan ini terus berlangsung tanpa evaluasi serius, berapa banyak lagi AZH lain yang harus mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapatkan hak dasarnya? Berapa lama lagi warga miskin harus menunggu hingga pemerintah benar-benar hadir untuk mereka?
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Sukabumi membuka mata dan hati, mengutamakan warganya, bukan hanya membanggakan program yang gagal berjalan di lapangan. Karena setiap nyawa yang hilang akibat kegagalan sistem adalah luka abadi bagi kemanusiaan.
Dani Sanjaya Permas